Bajabaru.com – Tempo hari peta politik tanah air berubah, setelah Partai Golongan Karya (Golkar) secara resmi memberikan dukungan kepada Prabowo Subianto sebagai calon Presiden di tahun 2024. Secara otomatis Golkar telah login dalam koalisi Kebangkitan Indonesia Raya (KIR), yang sebelumnya telah dibentuk oleh Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Pasca pilihan politik ini, Golkar menambah rentetan panjang dalam suksesi pemilu Indonesia sejak 1971.

Sejarah dan Perkembangan Partai Golkar

Sejarah berdirinya Partai Golkar sendiri dimulai saat kepemimpinan Presiden Soekarno mulai melemah. Berkisar tahun 1964, terbentuk Sekretariat Bersama Golongan Karya (Sekber Golkar) yang terdiri dari pria, wanita, tani, buruh dan nelayan yang dihimpun oleh kalangan militer, terutama oleh angkatan darat. Seiring perjalanan waktu, Sekber Golkar mulai menguat dan mendapat perhatian serta dukungan rakyat, hal itu bisa terlihat dengan meningkatnya jumlah anggota dan organisasi sayap Partai Golkar, salah satunya Kosgoro.

Namun, sejak memasuki era reformasi atau 10 tahun belakangan ini, Partai Golkar seringkali ditimpa masalah serta digoyang. Mulai dari para kader partai yang terjerat kasus hukum maupun kekuatan pihak di luar partai yang menginginkan pergantian Ketua Umum. Seperti yang terjadi beberapa hari lalu, Airlangga Hartarto tiba-tiba mendapat panggilan dari Kejaksaan Agung (Kejagung) buntut dari kasus dugaan korupsi izin ekspor minyak sawit mentah, tetapi sebagian pengamat mengatakan pemanggilan itu terkesan politis, sebab sebelumnya Airlangga Hartarto dikabarkan curi-curi waktu bertemu dengan Anies Baswedan yang notabene tokoh dari sebuah koalisi di luar penguasa.

Tentu cukup masuk akal, karena mulanya pengamat politik membaca gerakan Partai Golkar akan mengarah kepada Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP). Namun sepertinya kali ini terkecoh, Airlangga Hartarto ternyata lebih memantapkan diri bersama PAN untuk mengusung Prabowo Subianto. Tentu manuver ini sangat berdampak secara politik, bahkan kabar angin mengenduskan bahwa dampaknya mengubah sebagian besar percaturan calon anggota bawaslu kabupaten, walaupun ini sebatas dugaan.

Tawar-Menawar Politik

Dukungan Partai Golkar dalam koalisi KIR tentu memiliki makna bagi Prabowo Subianto, ia tak perlu lagi mengkhawatirkan ambang batas jika suatu saat PKB meninggalkan KIR seperti sinyal yang baru kemarin A. Muhaimin Iskandar (Gus Imin) perlihatkan, yakni bertemu Ganjar Pranowo, calon presiden dari PDIP. Bahkan Gus Imin selaku Ketua Umum PKB memberi hadiah burung berwarna dua macam pada Ganjar Pranowo, merah dan hijau. Hal itu biasa dilakukan sebagai ciri warga Nahdliyin saat ingin memberikan sebuah tanda yang samar tetapi dapat dipahami oleh orang lain.

Lalu apakah Gus Imin memiliki keseriusan berlabuh kepada Ganjar Pranowo, atau sekadar menggoda Prabowo Subianto agar segera memilih Gus Imin sebagai calon wakil presidennya? Tampaknya tawar-menawar untuk menjadi cawapres Prabowo Subianto bukan hanya datang dari PKB, tetapi Airlangga Hartarto juga mendapat sejumlah dukungan dari para kader maupun senior Partai Golkar, walaupun elektabilitasnya masih di bawah Ridwan Kamil yang sesama kader Partai Golkar.

Terlihat bahwa dukungan ini sengaja dipaksakan, karena disaat yang bersamaan elektabilitas Airlangga tak kian menanjak. Patut dicurigai akan ada manuver baru dari pria kelahiran Surabaya ini, khawatir  detik-detik akhir bukan Airlangga yang melenggang menjadi cawapres, sebaliknya, justru Golkar yang mendapatkan tiket cawapres.

Mudah saja membayangkan jika Partai Golkar, misal, dengan mengejutkan mengusung Mahfud MD sebagai cawapres Prabowo Subianto, mengingat kebutuhan Prabowo Subianto saat ini tak lain adalah cawapres yang dapat menunjang elektabilitasnya. Apalagi Ganjar Pranowo dalam survey terbarunya telah menyalip elektabilitas dari eks Danjen Kopassus itu. 

Pentingnya Hubungan Historis

Penting bagi Partai Golkar untuk melupakan masa lalu kemudian memperhitungkan Mahfud MD sebagai alternatif dari sekian politisi yang berambisi diusung sebagai cawapres koalisi KIR. Apabila memang terjadi, tak pelak Partai Golkar akan mendapat dukungan sepenuh hati dari rakyat Indonesia, sebagaimana sepenuh hatinya para senior Partai Golkar dalam membina para kader Himpunan Mahasiswa Islam Indonesia (HMI).

Sebagaimana telah diketahui, Golkar dan HMI memiliki hubungan yang cukup dekat walaupun secara kelembagaan mereka berbeda. Partai Golkar sebagai wadah organisasi politik praktis, sedangkan HMI adalah organisasi kemahasiswaan. Namun, faktor historis membuat dua organisasi ini cukup dekat, hal itu terjalin sejak 1965 ketika Golkar dan HMI sama-sama getol melawan pemberontakan PKI.

Setelah melewati fase itu, Soeharto yang kemudian memimpin Partai Golkar lantas banyak merekrut para kader HMI. Maka dari itu, cukup beralasan jika Mahfud MD diusulkan oleh Partai Golkar yang banyak diisi oleh kader berlatar belakang HMI, sebab Mahfud MD sendiri juga berasal dari rahim yang sama dengan mereka. Sebagai sesama kader Himpunan Mahasiswa Indonesia (HMI) tentu tidak sulit untuk mencapai suatu mufakat. 

Share:

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *