Table of contents: [Hide] [Show]

Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar Wa Lillahil Hamd. Ramadan akan segera usai, bulan di mana Allah Swt. melipatgandakan setiap kebaikan yang dilakukan umat Islam. Saking penuh dengan rahmatnya, tidur di waktu berpuasa pun diganjar oleh Allah dengan pahala.

 

Sebagai negara dengan mayoritas pemeluk Islam terbanyak, Ramadan selalu menjadi momen yang semarak, umat muslim dari berbagai kalangan menyambut dan menjalani Ramadan dengan ragam ekspresi tradisional.

 

Di Madura, misalnya, masyarakat menyambut dan menjalani ibadah puasa di bulan Ramadan dengan saling menghantar makanan kepada sanak famili dan tetangga, sebuah tradisi yang dikenal dengan istilah “rebbe”.

 

Namun di luar itu, ada tradisi unik dan menjadi identitas kebudayaan masyarakat Indonesia secara umum, yaitu mudik atau pulang kampung yang berlangsung selama Ramadan dan memuncak menjelang hari lebaran.

 

Mudik adalah aktivitas tahunan bagi masyarakat Indonesia yang merantau untuk pulang ke kampung halaman dan berkumpul kembali bersama keluarga. Jika melihat atmosfernya di media sosial, mudik tampak begitu melelahkan. Tetapi, itu akan terbayar kala mereka tiba dan berjumpa dengan sanak keluarga di rumah.

 

Mudik, di samping itu, juga membawa berkah bagi perekonomian negara. Melalui mudik, perputaran uang yang semula berpusat di wilayah urban-industrial, akan terdistribusi ke daerah-daerah asal para perantau yang sebagian besar merupakan wilayah rural.

 

Untuk contoh yang lebih sederhana, fenomena mudik di antaranya akan meningkatkan keuntungan perusahaan negara (BUMN) di bidang transportasi umum, yang awalnya sepi peminat, melalui mudik ini penghasilan negara menjadi bertambah.

 

Pengaruh ekonomi tersebut bahkan secara signifikan meningkatkan daya beli masyarakat; pada saat yang sama, menaikkan angka penjualan bagi para penggerak usaha, tak terkecuali UMKM. Meskipun keuntungannya tak sebesar laba dari perusahaan Harvey Moeis.

 

Akan tetapi, bukan berarti fenomena mudik di Indonesia ini terbebas dari kemungkinan lahirnya kemudharatan. Belakangan, muncul beragam meme dan ekspresi di media sosial yang merespon kecenderungan masyarakat, terutama mereka yang sukses di perantauan, untuk pamer setelah mudik dan berlebaran di kampung halaman.

Tujuan Tersembunyi Mudik

Keberadaan seseorang yang seringkali pamer atau flexing di kampung halaman, bukan hal baru atau sekedar ingin memamerkan saja. Tetapi hal itu berkaitan erat dengan pola pikir yang sudah tertanam bahwa kekayaan serta kesuksesaan menjadi nilai utama dalam kehidupan. Kekayaan dianggap penentu bahwa seorang perantau itu telah sukses diperantauan.

 

Kecenderungan tersebut pada akhirnya melenceng dari nilai-nilai silaturahmi yang sebenarnya dimaksudkan untuk mempererat persaudaraan. Persaudaraan yang sempat terputus karena terpautnya jarak antara perantau di perantauan dengan bala-tetangga di kampung, gagal disambung kembali meski mereka telah mudik dan berlebaran bersama. Sebaliknya, karena telah menjadi ajang pamer, persaudaraan justru berubah menjadi perpecahan.

 

Jika sudah demikian, tujuan fitrah atau kemenangan di hari raya pada hakikatnya gagal kita capai; sedangkan perjuangan melawan nafsu selama sebulan penuh berpuasa tak berarti apa-apa, kecuali hanya lapar dan haus belaka. Terlepas dari itu, kita tetap berharap ampunan Allah akan selalu menyertai kita.

Share:

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *