Kekerasan dalam lingkup pendidikan masih menjadi momok yang menakutkan bagi masyarakat. Perundungan fisik, psikis, seksual, dan siber saat ini menjadi masalah serius dalam dunia pendidikan. Berdasarkan data yang diperoleh melalui media massa daring Kompas.id, jumlah kasus kekerasan di lingkungan pendidikan pada tahun 2023 sebanyak 19 korban jiwa, Jenis kasusnya beragam, tetapi kasus perundungan dan kekerasan seksual menjadi terbanyak. Sedikitnya ada 136 kekerasan di lingkungan pendidikan sepanjang 2023 yang terekspos media massa dengan total 134 pelaku dan 339 korban yang 19 orang lainnya meninggal dunia. Data ini dihimpun dari Yayasan Cahaya Guru pada 1 Januari-10 Desember 2023.

Pada awal tahun 2024 ini kita dikejutkan dengan beberapa kasus perundungan dengan berbagai macam motif dan penyebab yang notabene pelaku adalah kalangan pelajar. Peristiwa pembunuhan oleh pelajar yang terjadi akhir-akhir ini antara lain:

  1. Pembunuhan siswa SMK Bangkalan Jawa Timur pada Kamis (4/1/24)
  2. Pembunuhan satu keluarga berjumlah 5 korban oleh siswa SMK di PPU Kalimantan Timur pada Senin (6/2/24)

Peristiwa di atas memiliki kesamaan yaitu pada penyebab terjadinya aksi pembunuhan. Berdasarkan pemberitaan media daring setempat menceritakan kronologis pelaku membunuh korban akibat sakit hati, ia tega membunuh karena ego dirinya. Setelah melihat penyebab pelaku membunuh korban, ada beberapa hal yang perlu ditelisik lebih mendalam, apakah kurangnya sistem among pada peserta didik hingga ia tidak dapat mengontrol nafsu dalam dirinya atau memang faktor kurangnya didikan keluarga, Kejadian itu mencerminkan bahwa ada masalah yang serius dalam ranah pendidikan kita, maka agar mengetahui apa yang menjadi masalah sehingga dapat direfleksikan bagi lingkup pendidikan.

Sebenarnya bukan hanya pendidik atau lingkup pendidikan saja, melainkan pemerintah sebenarnya juga turut ikut andil dalam masalah ini. Adanya Tim Pencegahan dan Penanganan Kekerasan (TPPK), Satuan Tugas Penangan dan Pencegahan Kekerasan di Satuan Pendidikan (PPKSP), Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) yang merupakan inisiasi pemerintah dalam mengantisipasinya. Namun, kami belum melihat aksi konkret dalam pencegahan dan penanganannya. Hingga akhir-akhir ini sedang marak pelaku pembunuhan dari kalangan pelajar atau peserta didik, lantas mana peran pemerintah. Apakah hanya seolah-olah menjadi penghimpun data? adakah langkah konkret dalam penanganan perihal kekerasan yang melibatkan pelajar? Hal itu masih menjadi pertanyaan besar, namun rasanya sulit bagi kita kaum proletar untuk menjangkau atau bahkan menjawabnya, lebih baik kita diskusikan terkait perkembangan peserta didiknya.

Perlu kita ketahui bersama bahwa kondisi perkembangan peserta didik saat ini terpengaruhi oleh alur perkembangan zaman. Hal tersebut sangat berdampak pada pola pikir dan tingkah laku peserta didik. Butuh pendampingan sangat serius dalam proses perkembangan siswa dalam proses belajarnya. Jika peserta didik tidak mendapatkan bimbingan yang intens dari pihak internal sekolah, keluarga, dan pemerintah maka memungkikan berdampak fatal dalam proses perkembangannya. Membahas peserta didik pastinya ada campur tangan pendidik dalam rangkaian proses belajarnya. Pendidik merupakan tokoh sentral dalam mencetak generasi penerus bangsa, maka perlu seorang pendidik yang sudah dibekali oleh pemahaman tentang bagaimana cara memfasilitasi kebutuhan siswa agar tidak terjerumus pada jalan yang salah.

Jangan menutup mata bahwa kekerasan yang terjadi dalam lingkup sekolah atau di luar sekolah melibatkan pelajar merupakan dampak dari perkembangan zaman. Perkembangan informasi, media sosial, dan berbagai platform digital merupakan salah satu bagian yang membentuk pola pikir peserta didik saat ini. Misal seperti halnya budaya barat yang seakan-akan semua legal menjadi contoh buruk bagi siswa. Mereka berpikir bahwa sebuah keharusan mengikuti budaya semacam itu agar tidak dikatakan “jadul” “tidak gaul” “gak keren” oleh temannya. Contohnya seperti budaya minum minuman keras yang dapat merusak otak pelajar.

Budaya tersebut menjadi sebuah tren bagi kalangan muda saat ini, walaupun sejatinya hal itu dapat merusak cara berpikir peserta didik. Dampaknya menyebabkan kesulitan untuk mengoperasikan otak secara jernih dan rasional. Misalnya salah mengambil keputusan tanpa mempertimbangkan apa dampak dari putusan yang dipilih. Kemungkinan bahwa kekerasan yang terjadi di atas akibat dari penerapan budaya tidak baik yang menjadikan peserta didik gagal berpikir jernih.

Peran pendidik dalam perkembangan peserta didik sangat penting untuk mengarahkan proses pembelajaran yang mengasah cara berpikir siswa dengan baik. Jika dikorelasikan dengan praktik pembelajaran menurut Ki Hadjar Dewantara mengenai pendidikan yang menuntun peserta didik agar berkembang sesuai dengan kodratnya, merupakan cara yang tepat untuk dijadikan dasar dalam proses pembelajaran. Pemikiran KHD mengenai pendidikan dan pengajaran berpegang teguh pada kodrat alam dan zaman.

Kodrat alam yang dimaksud yaitu potensi dan kemampuan peserta didik yang muncul secara alamiah, sedangkan kodrat zaman yaitu keadaan sosial dan budaya yang berkembang sesuai dengan zamannya. Pembelajaran yang menyesuaikan dengan kodrat alam dan zaman akan lebih mudah untuk diterima bagi peserta didik, disamping itu pendidik juga harus menanamkan nilai budaya luhur, dan budi pekerti. Cara tersebut merupakan ikhtiar pendidik untuk menyampaikan pelajaran sekaligus menuntun peserta didik untuk menjadi manusia terpelajar yang paham akan budaya luhur kita yakni memanusiakan manusia.

Kesimpulan dari rangkaian pembahasan di atas yaitu pendidik harus tetap menanamkan budaya masyarakat Indonesia kepada peserta didik dengan cara menjadikan konsep pemikiran Ki Hadjar Dewantara terkait pendidikan yang merdeka, sistem among, nilai budaya luhur, budi pekerti, kodrat alam, dan kodrat zaman. Maka dengan demikian hal-hal yang tidak diinginkan seperti peristiwa perundungan di atas mungkin akan termarjinalkan dengan sendirinya. Mari kita refleksikan bersama apa yang sebenarnya harus diperbaiki agar dapat mencetak peserta didik yang dapat berpikir jernih dalam proses menggapai impiannya.

 

Penulis : Anhar Filardhi – Mahasiswa PPG Prajabatan Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya

Share:

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *